TAHUN BARU MASEHI??? BOLEHKAH DIRAYAKAN...
Menjelang
tahun baru Masehi, mayoritas Muslim lebih mementingkan momentum tahun baru
Masehi, banyak yang sudah menyiapkan dan merencanakan jauh-jauh hari sebelum
hari spesial itu datang, seperti memilih tempat yang cocok untuk merayakannya
dengan bergadang semalam suntuk, pesta kembang api, meniup trompet menjelang
detik-detik masuknya tahun baru, bahkan tidak ketinggalan dan sudah mulai agak
ngetrend di beberapa tempat diadakan dzikir berjamaah untuk menyambut tahun
baru masehi di bandingkan merayakan tahun baru Islam.
Dengan
tindakan muslim inilah menjadi sedikit menurunnya rasa mahabah pada aqidah
Islamnya. Padahal tahun baru Masehi adalah Tahun Baru yang lahir dari
orang-orang kafir dan sama sekali bukan dari Islam. Tanggal 1 Januari dirayakan
sebagai Hari Tahun Baru pertama kali dalam sejarah pada 1 Januari tahun 45
Sebelum Masehi, tidak lama setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar Roma
dan dimulailah kebiasaan orang-orang Romawi mempersembahkan
hadiah kepada kaisar, hingga akhirnya kaisar mewajibkan hadiah-hadiah seperti
itu. Para pendeta Keltik memberikan potongan dahan "mistletoe"
(tumbuhan parasit yang ada di hari Natal) yang dianggap suci, kepada umat
mereka. Pada tahun 457 Masehi gereja Kristen melarang kebiasaan ini, bersama
kebiasaan tahun baru lain yang dianggapnya merupakan kebiasaan kafir. Pada tahun 1200-an pemimpin-pemimpin Inggris mengikuti
kebiasaan Romawi yang mewajibkan rakyat mereka memberikan hadiah tahun baru.
Para suami di Inggris memberi uang kepada para istri mereka untuk membeli bros
sederhana.
Kebiasaan ini hilang pada tahun 1800-an, namun
istilah pin money, yang berarti sedikit uang jajan, tetap digunakan. Banyak
orang-orang koloni di New England, Amerika, yang merayakan tahun baru dengan
menembakkan senapan ke udara dan teriak, sementara yang lain mengikuti perayaan
di gereja atau pesta terbuka, termasuk di Indonesia.
Seiring
berubahnya zaman banyak sekali tanpa sadar atau tanpa tahu asal usulnya ikut
merayakan tahun baru masehi. Muslim terpengaruh dari tindakan seperti itu,
karena ada penyebabnya antara lain adanya unsur-unsur baru (zaman globalisasi),
dan disamping itu budaya barat yang sudah membudaya di setiap individu sehingga
sulit untuk menghilangkan budaya yang mungkin sudah mendarah daging dalam
karakteristik dan keperibadian generasi saat ini, merasa adanya kecocokan, dan
kurangnya pendidikan tentang agama. Mereka menganggap bahwa tahun baru Masehi
adalah tahun baru Nasional. sehingga mereka menganggap tahun baru Masehi itu
tahun baru yang harus dirayakan setiap tahunnya.
Beberapa alasan dan hadits
nabi serta keburukan yang berkaitan dengan dilarangnya memperingati tahun baru
masehi:
1. Agama
Islam tidak mengajarkan untuk berhura-hura dan bersenang-senang apalagi sampai
melampaui batas aqidah Islam.
Merayakan
tahun baru termasuk membuang-buang waktu. Padahal waktu sangatlah kita butuhkan
untuk hal yang bermanfaat dan bukan untuk hal yang sia-sia. Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam telah memberi nasehat mengenai tanda kebaikan Islam
seseorang,
مِنْ
حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ
“Di antara tanda kebaikan Islam seseorang
adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baginya.”
Seperti juga Begadang tanpa adanya hajat dan meninggalkan
perkara wajib yaitu shalat lima waktu, begadang tanpa ada kepentingan yang
syar’i dibenci oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Termasuk di sini adalah
menunggu detik-detik pergantian tahun yang tidak ada manfaatnya sama sekali.
Diriwayatkan dari Abi Barzah, beliau berkata,
أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَ الْعِشَاءِ وَالْحَدِيثَ بَعْدَهَا
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum shalat ‘Isya dan
ngobrol-ngobrol setelahnya.”
Bahkan
begadang seperti ini diteruskan lagi hingga jam 1, jam 2 malam atau bahkan
hingga pagi hari, kebanyakan orang yang begadang seperti ini luput dari shalat
Shubuh yang kita sudah sepakat tentang wajibnya. Di antara mereka ada yang
tidak mengerjakan shalat Shubuh sama sekali karena sudah kelelahan di pagi
hari. Akhirnya, mereka tidur hingga pertengahan siang dan berlalulah kewajiban
tadi tanpa ditunaikan sama sekali.
2. Merayakan
Tahun Baru Berarti Tasyabbuh (Meniru-niru) Orang Kafir. Beliau bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ
فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa
yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.”
Menyerupai orang kafir (tasyabbuh) ini terjadi dalam hal pakaian, penampilan
dan kebiasaan. Tasyabbuh di sini diharamkan berdasarkan dalil Al Qur’an, As Sunnah dan
kesepakatan para ulama (ijma’).
3. Merekayasa
Amalan yang Tanpa Tuntunan
Menunggu
pergantian tahun pun akan mengakibatkan meninggalkan berbagai kewajiban . Jika
ada yang mengatakan, “Daripada menunggu tahun baru diisi dengan hal yang
tidak bermanfaat, mending diisi dengan dzikir. Yang penting kan niat kita
baik.” Maka cukup kami sanggah niat baik semacam ini dengan perkataan
Ibnu Mas’ud ketika dia melihat orang-orang yang berdzikir, namun tidak sesuai
tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang yang melakukan dzikir yang
tidak ada tuntunannya ini mengatakan pada Ibnu Mas’ud,
وَاللَّهِ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ مَا أَرَدْنَا إِلاَّ الْخَيْرَ
“Demi Allah, wahai Abu ‘Abdurrahman (Ibnu
Mas’ud), kami tidaklah menginginkan selain kebaikan.”Ibnu Mas’ud lantas
berkata,
وَكَمْ
مِنْ مُرِيدٍ لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيبَهُ
“Betapa
banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun mereka tidak mendapatkannya.”
Jadi
dalam melakukan suatu amalan, niat baik semata tidaklah cukup. Setiap tujuan
yang baik harus disertai dengan amal yang baik pula. Seperti halnya shodaqoh
akan tertolak jika dilakukan dengan hasil mencuri. Kita harus mengikuti apa
yang telah dicontohkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, baru amalan
tersebut bisa diterima di sisi Allah
4. Mengganggu
Kaum Muslimin
Merayakan tahun baru banyak
diramaikan dengan suara mercon, petasan, terompet atau suara bising lainnya.
Ketahuilah ini semua adalah suatu kemungkaran karena mengganggu muslim lainnya,
bahkan sangat mengganggu orang-orang yang butuh istirahat seperti orang yang
lagi sakit. Padahal mengganggu muslim lainnya adalah terlarang sebagaimana
sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Seorang
muslim adalah seseorang yang lisan dan tangannya tidak mengganggu orang lain.”
5. Terjerumus
dalam Keharaman dengan Mengucapkan Selamat Tahun Baru
Kita telah ketahui bersama
bahwa tahun baru Masehi adalah syiar orang kafir dan bukanlah syiar kaum
muslimin. Jadi, tidak pantas seorang muslim memberi selamat dalam syiar orang
kafir seperti ini. Bahkan hal ini tidak dibolehkan berdasarkan kesepakatan para
ulama (ijma’). Ibnul Qoyyim dalam Ahkam Ahli Dzimmah mengatakan, “Adapun
memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi
orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu
yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama. Contohnya
adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga
hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada
hari besar mereka dan semacamnya.” Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini
bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang
diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan
kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib,
bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat
semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat
pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan
selamat pada maksiat lainnya.
Adapun âtsar sahabat dan
ulama salaf dalam masalah ini, sangatlah banyak. Diantaranya adalah ucapan
’Umar radhiyallâhu ’anhu, beliau berkata :
اجتنبوا أعداء الله في عيدهم
”Jauhilah hari-hari
perayaan musuh-musuh Allôh.” [Sunan al-Baihaqî IX/234].
’Abdullâh
bin ’Amr radhiyallâhu ’anhumâ berkata :
من بنى
ببلاد الأعاجم
وصنع نيروزهم
ومهرجانهم ، وتشبه بهم
حتى يموت
وهو كذلك
حُشِر معهم
يوم القيامة
”Barangsiapa yang membangun
negeri orang-orang kâfir, meramaikan peringatan hari raya nairuz (tahun
baru) dan karnaval mereka serta menyerupai mereka sampai meninggal dunia dalam
keadaan demikian. Ia akan dibangkitkan bersama mereka di hari kiamat.” [Sunan
al-Baihaqî IX/234].
Jadi Jika kita umat islam
ingin menjadi baik di tahun mendatang bukanlah dengan merayakannya. Seseorang
menjadi baik tentulah dengan banyak bersyukur atas nikmat waktu yang Allah
berikan. Bersyukur yang sebenarnya adalah dengan melakukan ketaatan kepada
Allah, bukan dengan berbuat maksiat dan bukan dengan membuang-buang waktu dengan
sia-sia serta mengikuti perayaan yang sebenarnya adalah syi’ar-syi’ar orang
kafir. Kita harus menyadari bahwa tahun baru kita umat Islam bukan tahun
baru masehi yang harus kita hilangkan budaya dan syi’ar-syi’arnya melaiknkan
tahun baru Hijriyah yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah. Lalu yang harus
kita pikirkan lagi adalah apakah hari ini kita lebih baik dari hari kemarin?
Pikirkanlah apakah hari ini iman kita sudah semakin meningkat ataukah semakin
menurun?. Itulah yang harus direnungkan seorang muslim setiap kali bergulirnya
waktu.
“Ya Allah, perbaikilah
keadaan umat Islam saat ini. Perbaikilah keadaan saudara-saudara kami yang jauh
dari aqidah Islam. Berilah petunjuk pada
mereka agar lebih dekat mengenal agama Islam ini dengan benar”. Amin....