Kemampuan
berbicara adalah salah satu kelebihan yang Allah berikan kepada
manusia, untuk berkomunikasi dan menyampaikan keinginan-keinginannya
dengan sesama manusia. Ungkapan yang keluar dari mulut manusia bisa
berupa ucapan baik, buruk, keji, dsb.
Agar
kemampuan berbicara yang menjadi salah satu ciri manusia ini menjadi
bermakna dan bernilai ibadah, Allah SWT menyerukan umat manusia untuk
berkata baik dan menghindari perkataan buruk. Allah SWT berfirman :
“Dan
katakan kepada hamba-hamba-Ku. “Hendaklah mereka mengucapkan perkataan
yang lebih baik (benar) sesungguhnya syaitan itu menimbulkan
perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh
yang nyata bagi manusia.” QS. 17: 53
”Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik…” QS. 16:125
Rasulullah SAW bersabda :
“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam.” HR. Muttafaq alaih
“ Takutlah pada neraka, walau dengan sebiji kurma. Jika kamu tidak punya maka dengan ucapan yang baik “ Muttafaq alaih
“Ucapan yang baik adalah sedekah” HR. Muslim.
KEUTAMAAN DIAM
Bahaya
yang ditimbulkan oleh mulut manusia sangat besar, dan tidak ada yang
dapat menahannya kecuali diam. Oleh karena itu dalam agama kita dapatkan
anjuran diam dan perintah pengendalian bicara. Sabda Nabi:
“ Barang
siapa yang mampu menjamin kepadaku antara dua kumisnya (kumis dan
jenggot), dan antara dua pahanya, saya jamin dia masuk sorga” HR. Al
Bukhariy
“Tidak akan istiqamah iman
seorang hamba sehingga istiqamah hatinya. Dan tidak akan istiqamah hati
seseorang sehingga istiqamah lisannya” HR Ahmad
Ketika
Rasulullah ditanya tentang perbuatan yang menyebabkan masuk surga,
Rasul menjawab : “Bertaqwa kepada Allah dan akhlaq mulia”. Dan ketika
ditanya tentang penyebab masuk neraka, Rasul menjawab : “dua lubang,
yaitu mulut dan kemaluan” HR. At Tirmidziy
Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa yang bisa menjaga mulutnya, Allah akan tutupi keburukannya” HR. Abu Nuaim.
Ibnu Mas’ud berkata : “Tidak ada sesuatupun yang perlu lebih lama aku penjarakan dari pada mulutku sendiri”
Abu
Darda berkata : “Perlakukan telinga dan mulutmu dengan obyektif.
Sesungguhnya diciptakan dua telinga dan satu mulut, agar kamu lebih
banyak mendengar dari pada berbicara.
MACAM-MACAM AFATUL-LISAN, PENYEBAB DAN TERAPINYA
Ucapan
yang keluar dari mulut kita dapat dikategorikan dalam empat kelompok :
murni membahayakan, ada bahaya dan manfaat, tidak membahayakan dan
tidak menguntungkan, dan murni menguntungkan.
Ucapan yang murni
membahayakan maka harus dijauhi, begitu juga yang mengandung bahaya dan
manfaat. Sedangkan ucapan yang tidak ada untung ruginya maka itu adalah
tindakan sia-sia, merugikan. Tinggallah yang keempat yaitu ucapan yang
menguntungkan.
Berikut ini akan kita bahas afatul lisan dari yang
paling tersembunyi sampai yang paling berbahaya. Ada beberapa macam
bahaya lisan, yaitu :
1. Berbicara sesuatu yang tidak perluRasulullah
SAW bersabda : “Di antara ciri kesempurnaan Islam seseorang adalah
ketika ia mampu meninggalkan sesuatu yang tidak ia perlukan” HR At
Tirmidziy
Ucapan yang tidak perlu adalah
ucapan yang seandainya anda diam tidak berdosa, dan tidak akan
membahayakan diri maupun orang lain. Seperti menanyakan sesuatu yang
tidak diperlukan. Contoh pertanyaan ke orang lain “apakah anda puasa,
jika dijawab YA, membuat orang itu riya, jika dijawab TIDAK padahal ia
puasa, maka dusta, jika diam tidak dijawab, dianggap tidak menghormati
penanya. Jika menghindari pertanyaan itu dengan mengalihkan pembicaraan
maka menyusahkan orang lain mencari – cari bahan, dst.
Penyakit
ini disebabkan oleh keinginan kuat untuk mengetahui segala sesuatu.
Atau basa-basi untuk menunjukkan perhatian dan kecintaan, atau sekedar
mengisi waktu dengan cerita-cerita yang tidak berguna. Perbuatan ini
termasuk dalam perbuatan tercela.
Terapinya
adalah dengan menyadarkan bahwa waktu adalah modal yang paling
berharga. Jika tidak dipergunakan secara efektif maka akan merugikan
diri sendiri. selanjutnya menyadari bahwa setiap kata yang keluar dari
mulut akan dimintai pertanggung jawabannya. ucapan yang keluar bisa
menjadi tangga ke sorga atau jaring jebakan ke neraka. Secara aplikatif
kita coba melatih diri senantiasa diam dari hal-hal yang tidak
diperlukan.
2. Fudhulul-Kalam ( Berlebihan dalam berbicara)
Perbuatan
ini dikategorikan sebagai perbuatan tercela. Ia mencakup pembicaraan
yang tidak berguna, atau bicara sesuatu yang berguna namun melebihi
kebutuhan yang secukupnya. Seperti sesuatu yang cukup dikatakan dengan
satu kata, tetapi disampaikan dengan dua kata, maka kata yang kedua ini
“fudhul” (kelebihan). Firman Allah : “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan
bisikan-bisikan mereka kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh
bersedekah, berbuat ma’ruf, atau perdamaian di antara manusia”
QS.4:114.
Rasulullah SAW bersabda :
“Beruntunglah orang yang dapat menahan kelebihan bicaranya, dan
menginfakkan kelebihan hartanya “ HR. Al Baghawiy.
Ibrahim
At Taymiy berkata : Seorang mukmin ketika hendak berbicara, ia berfikir
dahulu, jika bermanfaat dia ucapkan, dan jika tidak maka tidak
diucapkan. Sedangkan orang fajir (durhaka) sesungguhnya lisannya
mengalir saja”
Berkata Yazid ibn Abi
Hubaib :”Di antara fitnah orang alim adalah ketika ia lebih senang
berbicara daripada mendengarkan. Jika orang lain sudah cukup berbicara,
maka mendengarkan adalah keselamatan, dan dalam berbicara ada polesan,
tambahan dan pengurangan.
3. Al Khaudhu fil bathil (Melibatkan diri dalam pembicaraan yang batil)
Pembicaraan
yang batil adalah pembicaraan ma’siyat, seperti menceritakan tentang
perempuan, perkumpulan selebritis, dsb, yang tidak terbilang jumlahnya.
Pembicaraan seperti ini adalah perbuatan haram, yang akan membuat
pelakunya binasa. Rasulullah SAW bersabda :
“Sesungguhnya
ada seseorang yang berbicara dengan ucapan yang Allah murkai, ia tidak
menduga akibatnya, lalu Allah catat itu dalam murka Allah hingga hari
kiamat” HR Ibn Majah.
“ Orang yang paling
banyak dosanya di hari kiamat adalah orang yang paling banyak terlibat
dalam pembicaraan batil” HR Ibnu Abiddunya.
Allah
SWT menceritakan penghuni neraka. Ketika ditanya penyebabnya, mereka
menjawab: “ …dan adalah kami membicarakan yang batil bersama dengan
orang-orang yang membicarakannya” QS. 74:45
Terhadap orang-orang
yang memperolok-olokkan Al Qur’an, Allah SWT memperingatkan orang-orang
beriman :”…maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka
memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat
demikian) tentulah kamu serupa dengan mereka.” QS. 4:140
5. Al Jidal (Berbantahan dan Perdebatan)
Perdebatan
yang tercela adalah usaha menjatuhkan orang lain dengan menyerang dan
mencela pembicaraannya, menganggapnya bodoh dan tidak akurat. Biasanya
orang yang diserang merasa tidak suka, dan penyerang ingin menunjukkan
kesalahan orang lain agar terlihat kelebihan dirinya.
Hal ini
biasanya disebabkan oleh taraffu’ (rasa tinggi hati) karena kelebihan
dan ilmunya, dengan menyerang kekurangan orang lain.
Rasulullah
SAW bersabda : “Tidak akan tersesat suatu kaum setelah mereka
mendapatkan hidayah Allah, kecuali mereka melakukan perdebatan” HR. At
Tirmidziy
Imam Malik bin Anas berkata : “Perdebatan akan mengeraskan hati dan mewariskan kekesalan”
6. Al Khusumah (pertengkaran)
Jika
orang yang berdebat menyerang pendapat orang lain untuk menjatuhkan
lawan dan mengangkat kelebihan dirinya. Maka al khusumah adalah sikap
ingin menang dalam berbicara (ngotot) untuk memperoleh hak atau harta
orang lain, yang bukan haknya. Sikap ini bisa merupakan reaksi atas
orang lain, bisa juga dilakukan dari awal berbicara.
Aisyah ra
berkata, Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya orang yang paling
dibenci Allah adalah orang yang bermusuhan dan suka bertengkar” HR. Al
Bukhariy
7. Taqa’ur fil-kalam (menekan ucapan)
Taqa’ur fil-kalam maksudnya adalah menfasih-fasihkan ucapan dengan
mamaksakan diri bersyaja’ dan menekan-nekan suara, atau penggunaan
kata-kata asing. Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya orang yang
paling aku benci dan paling jauh dariku di hari kiamat, adalah
orang-orang yang buruk akhlaknya di antara kamu, yaitu orang yang banyak
bicara, menekan-nekan suara, dan menfasih-fasihkan kata”. HR. Ahmad.
Tidak
termasuk