Posted by SUN32LEN on Friday, April 3, 2015
Sholat jumat adalah sholat yang dilaksanakan sekali dalam seminggu. Dinamakan sholat jumat karena sholat ini dikerjakan pada hari jumat. Terkait sholat jumat terdapat beberapa pertanyaan yang diajukan kepda saya.
Pertanyaan Pertama
Dalam islam terdapat banyak sekali perbedaan pendapat. Perbedaan itu melahirkan madzhab-madzhab yang jumlahnya sangat banyak. Dalam sebuah jamaah shalat Jumat, para makmumnya adalah penganut madzhab Syafii, sedang khatibnya tidak bermadzhab atau bermadzhab Hanafi. Realita tersebut melahirkan pertanyaan sahkah Sholat Jumat Beda Madzhab?
Jawaban untuk pertanyaan tersebut adalah jumataannya tetap sah Jika makmum mengetahui bahwa imamnya telah mengerjakan apa-apa yang wajib dilakukan dalam shalat Jum’at menurut makmum. Demikian pula jika makmum tidak mengetahui imamnya telah melakukan hal-hal yang membatalkan shalat.
Dalam kitab Ghoyatu Talkhisil Murad, Ibnu Ziyad, Hamisy Bughyatul Mustarsyidin, Mesir, Musthofa Al Babil Al Halabi, hal. 99 dijelaskan:
مَسْئَلَةٌ : تَصِحُّ الْقُدْوَةُ بِالْمُخَالِفِ إِذَا عَلِمَ الْمَأْمُوْمُ إِتْيَانَهُ بِمَا يَجِبُ عِنْدَهُ ، وَكَذَا إِنْ جَهِلَ .
Artinya: “Masalah: Sah makmum dengan orang yang berbeda madzhab jika makmum mengetahui imam melakukan apa-apa yang wajib menurut makmum; demikian pula jika makmum tidak mengetahui”.
Mbah Nawawi dalam kitab Kasyifatus Saja menjelaskan: “Salah satu dari sebelas syarat makmum adalah agar makmum tidak menge-tahui dan tidak menduga dengan dugaan yang kuat akan kebatalan dari shalat imam-nya sebab hadats atau lainnya.
Maka tidak sah makmum dengan orang yang disang-ka batal shalatnya, seperti seseorang yang bermadzhab Syafi’i yang makmum dengan seseorang yang bermadzhab Hanafi yang menyentuh kemaluannya... (sampai ucapan pengarang): Andaikata makmum mengetahui atau menyangka bahwa imam yang bermadzhab Hanafi misalnya, meninggalkan bacaan “basmalah” dengan cara tidak diam sesudah takbiratul ihram sekedar “basmalah”, maka tidak sah makmum dengan dia.”
Pertanyaan Kedua
Saat khutbah disunahkan bagi khotib untuk memegang tongkat menggunakan tangan kiri. Pertanyaannya, bagaimana jika ia memegang tongkat itu menggunakan tangan kanan?
Jawabannya adalah makruh sebagaimana yang dijelaskan dalam kitab Hawasyil Madaniyah Juz 2 halaman 44:
وَأنْ يَعْتَمِدَ الخَطِيْبُ عَلَى نَحْوِ عَصَا او سَيْفٍ او قَوسٍ بِيَسَارِهِ لِلإِتِّبَاعِ, وَحِكْمَتُهُ أنَّ هَذَا الدِّيْنَ, بِالسِّلاَحِ, وَتَكُونُ يُمْنَاهُ مَشْغُولَةَ بِالمِنْبَرِ إنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ نَجَاسَةٌ كَعَاجٍ او ذَرْكِ طَيْرٍ. فَإن لَم يَجِدْ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ جَعَلَ اليُمْنَى عَلَى اليُسْرَى تَحْتَ صَدْرِهِ
Artinya: “Dan hendaklah khotib memegang pada seumpama tongkat atau pedang atau gendewa dengan tangan kirinya karena mengikuti ulama’ salaf, hikmahnya adalah sesungguhnya agama ini telah tegak dengan bantuan senjata, dan tangan kanannya adalah disibukkan dengan mimbar jika pada mimbar tersebut tidak terdapat najis seperti gading atau kotoran burung. Jika khotib tidak mendapatkan sesuatu dari hal tersebut, maka dia menjadikan tangan kanannya diatas tangan kirinya di bawah dadanya.”
Demikianlah dua pertanyaan seputar sholat jumat dan jawabannya. Semoga artikel ini bermanfaat untuk kita semua, baik di dunia maupun ahirat.