Hari-hari yang dilarang puasa meliputi sebagai berikut.
- Dua Hari Raya
Para ulama telah sepakat (ijma’) atas haramnya berpuasa pada kedua
hari raya, baik puasa fardu maupun puasa sunnah, berdasakan hadis Umar
ra, “Sesungguhnya Rasulullah saw melarang puasa pada kedua hari ini.
Adapun hari raya Idul fitri, ia merupakan hari berbuka dari puasamu,
sedang hari raya Idul adha maka makanlah hasil kurbanmu.” (HR Ahmad dan
imam empat)
- Hari-Hari Tasyriq
Haram berpuasa pada hari-hari tasyriq, yaitu tiga hari berturut-turut
setelah hari raya Idul adha (tanggal 11, 12, dan 13 bulan Dzulhijah),
berdasakan riwayat Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah mengutus Abdullah
bin Hudzaifah berkeliling kota Mina untuk menyampaikan, Janganlah kamu
berpuasa pada hari ini karena ia merupakan hari makan minum dan berzikir
kepada Allah.” (HR Ahmad dengan sanad yang jayyid).
- Berpuasa pada Hari Jumat secara Khusus
Hari Jumat merupakan hari raya mingguan bagi umat Islam. Oleh sebab
itu, agama melarang berpuasa pada hari itu. Akan tetapi, jumhur
(sebagian besar ulama) berpendapat bahwa larangan itu berarti
makruh,bukan menunjukkan haram, kecuali jika seseorang berpuasa sehari
sebelum atau sesudahnya atau sesuai dengan kebiasaannya atau secara
kebetulan bertepatan pada hari Arafah (9 Dzulhijah) atau hari Asyura (10
Muharam), maka tidaklah makruh berpuasa pada hari Jumat itu.
Dari Abdullah bin Amr bahwa Rasulullah saw masuk ke rumah Juwairiyah
binti Harits pada hari Jumat sedang ia sedang berpuasa. Lalu Nabi
bertanya kepadanya, “Apakah engkau berpuasa kemarin?” Dia menjawab,
“Tidak”, dan besok apakah engkau bermaksud ingin berpuasa? “Tidak,”
jawabnya. Kemudian Nabi bertanya lagi, dia menjawab tidak pula. “Kalau
begitu, berbukalah sekarang!” (HR Ahmad dan Nasa’i dengan sanad yang
jayyid).
Diriwayatkan pula dai Amir al-Asy’ari, dia berkata, Aku mendengar
Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya hariJumat itu merupakan hari
rayamu, karena itu janganlah kamu berpuasa pada hari itu, kecuali jika
kamu berpuasa sebelum atau sesudahnya!” (HR al-Bazar dengan sanad yang
hasan).
Ali ra berpesan: “Siapa yang hendak melakukan perbuatan sunnah di
antaramu, hendaklah ia berpuasa pada hari Kamis dan jangan berpuasa pada
hari Jumat, karena ia merupakan hari makan dan minum serta zikir.” HR
Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang hasan.
Menurut riwayat Bukhari dan Muslim yang diterima dari Jabir ra bahwa
Nabi saw bersabda, “Janganlah kamu berpuasa pada hari Jumat, kecuali
jika disertai oleh satu hari sebelumnya atau satu hari sesudahnya.” Dan
menurut lafal Muslim: “Janganlah kamu mengkhususkan malam Jumat di
antara malam-malam itu buat bangun beribadah, dan jangan kamu khususkan
hari Jumat itu di antara hari-hari lain untuk berpuasa, kecuali bila
bertepatan dengan puasa yang dilakukan oleh salah seorang di antaramu!”
- Berpuasa pada Hari Sabtu secara Khusus
Larangan berpuasa pada hari ini didasarkan pada dalil yang telah
dipadukan (al-Jam’u Bainal Adillah) dari dalil-dalil yang membolehkan
puasa pada hari Sabtu dan dalil-dalil yang melarang puasa pada hari itu.
Di antara dalil itu adalah hadis Busr seperti di bawah ini:
Dari Busr as-Sulami dari saudara perempuannya, ash-Shamma’ bahwa
Rasulullah saw bersabda, “Janganlah kamu berpuasa pada hari Sabtu,
kecuali karena diwajibkan kepada kamu. Dan seandainya seseorang di
antaramu tidak menemukan kecuali kulit anggur atau bungkal kayu,
hendaklah dimamahnya makanan itu!” (HR Ahmad, Ashhaabus Sunan, dan Hakim
seraya mengatakan, hadis tesebut shahih menurut syarat Muslim).
Turmudzi mengatakan, hadis tersebut Hasan, seraya berkata:
“Dimakruhkan di sini maksudnya ialah jika seseorang mengkhususkan hari
Sabtu untuk berpuasa, karena orang-orang Yahudi membesarkan hari Sabtu.”
Dari Ummu Salamah dia berkata, “Nabi saw lebih banyak melakukan puasa
pada hari-hari Sabtu dan Minggu daripada hari-hari yang lainnya dan
beliau bersabda: ‘Kedua hari itu merupakan hari besar orang-orang
musyrik, maka saya ingin berbeda dengan mereka’.” (HR Ahmad, Baihaqi,
Hakim dan Ibnu Khuzaimah seraya keduanya yang terakhir ini menyatakan
sah.
Berdasarkan bermacam-macam hadis ini, Syekh Albani berpendapat: “Dari
sini, maka tampaklah dengan jelas bahwa kedua macam ini membolehkan
(puasa hari Sabtu). Maka, jika dilakukan kompromi antara hadis-hadis
yang membolehkan dengan hadis ini (hadis yang melarang puasa hari
Sabtu), bisa ditarik kesimpulan bahwa hadis ini (yang melarang) lebih
didahulukan daripada hadis-hadis yang membolehkan. Demikian juga, sabda
Nabi saw kepada Juwairiyah: “Apakah kamu akan berpuasa besok?” dan yang
semakna dengan sabda ini adalah dalil yang membolehkan juga, maka tetap
lebih mendahulukan hadis yang melarang daripada Sabda Nabi saw kepada
Juwairiyah ini.”
- Berpuasa pada Hari yang Diragukan
Dari Ammar bin Yasir ra berkata, “Barangsiapa yang berpuasa pada hari
yang diragukannya, berarti ia telah durhaka kepada Abul Qasim (Muhammad
saw).” (HR Ash-Habus Sunan).
Menurut Turmudzi, hadis ini hasan lagi shahih dan menjadi amalan bagi
kebanyakan ulama. Hadis itu juga merupakan pendapat Sufyan Tsauri,
Malik bin Anas, Abdullah ibnu Mubarok, Syafi’i, Ahmad, serta Ishak.
Kebanyakan mereka berpendapat, jika hari yang dipuasakannya itu
termasuk bulan Ramadhan, hendaklah ia mengqadha satu hari sebagai
gantinya. Dan jika ia berpuasa pada hari itu karena kebetulan bertepatan
dengan kebiasaannya, maka hukumnya boleh tanpa dimakruhkan.
Dari Abu Hurairah ra, Nabi saw bersabda, “Janganlah kamu mendahului
puasa Ramadhan itu dengan sehari dua hari, kecuali jika bertepatan
dengan hari yang biasa dipuasakan, maka bolehlah kamu berpuasa pada hari
itu.” (HR al-Jamaah).
- Berpuasa Sepanjang Masa
Hal ini berdasarkan hadis:
“Tidaklah berpuasa, orang yang berpuasa sepanjang masa.” (HR Ahmad, Bukhari, dan Muslim).
Solusi dari larangan ini adalah hendaknya seseorang berpuasa dengan puasa Daud as, yaitu sehari puasa dan sehari berbuka.
***
Referensi:
- Fiqhus Sunnah, Sayyid Sabiq
- Tamamul Minnah, Muhammad Nashiruddin al-Albani
Al-Islam – Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
Kiriman Arland