الأحاديث الضعيفة والموضوعة في
فضائل صوم عاشوراء والقربات في شهر المحرم
Oleh: Muhammad Wasitho Abu Fawaz
# Hadits Pertama:
Imam Ath-Thobroni rahimahullah berkata: Telah menceritakan kepada
kami Muhammad bin Rozin bin Jami’ Al-Mishri Abu Abdillah Al-Mu’addal, ia
berkata; telah menceritakan kepada kami Al-Haitsam bin Habib, ia
berkata; telah menceritakan kepada kami Sallaam Ath-Thowil, dari Hamzah
Az-Zayyaat, dari Laits bin Abi Saliim, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas, ia
berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
مَنْ صَامَ يَوْمَ عَرَفَةَ كَانَ لَهُ كَفَّارَةَ سَنَتَيْنِ وَمَنْ
صَامَ يَوْمًا مِنَ الْمُحَرَّمِ فَلَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ ثَلاَثُوْنَ
يَوْمًا
“Barangsiapa berpuasa pada hari Arofah maka puasa itu akan
menghapuskan (dosa-dosa) selama dua tahun. Dan barangsiapa yang berpuasa
satu hari di bulan Muharram maka baginya dari setiap hari (bagaikan
berpuasa) 30 hari”.
(Dikeluarkan oleh Ath-Thobaroni dalam Al-Mu’jam Ash-Shoghir II/164 no.963).
(*) DERAJAT HADITS:
Hadits ini derajatnya
PALSU (Maudhu’).
Berkata Syaikh Al-Albani rahimahullah: “Ini adalah hadits PALSU (maudhu’).
Di dalam sanadnya ada dua orang perowi pendusta (pemalsu hadits), yaitu:
1. Sallam Ath-Thowil dan dia adalah pendusta.
* Ibnu Khorrosy berkata tentangnya: “Dia seorang pendusta.”
Ibnu Hibban berkata tentangnya: “Dia meriwayatkan hadits-hadits palsu
dari para perowi yang tsiqoh (terpercaya/kredibel), dan sepertinya dia
yang sengaja memalsukannya.”
* Al-Hakim berkata tentangnya pula: “Dia meriwayatkan hadits-Hadits palsu.”
2. Al-Haitsam bin Habib diklaim oleh imam Adz-Dzahabi sebagi orang
yang meriwayatkan hadits bathil”. (Lihat Silsilah Al-Ahadits
Adh-Dho’ifah I/596
no.412, dan Dho’if At-Targhib wat Tarhib I/154 no. 615).
# Hadits Kedua:
Imam Ath-Thobroni rahimahullah berkata: Telah menceritakan kepada
kami Yusuf Al-Qodhi dan Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, keduanya berkata:
Telah menceritakan kepada kami Abdul A’la bin Hammad An-Narsi, ia
berkata; telah menceritakan kepada kami Abdul Jabbar bin Al-Ward, dari
Ibnu Abu Mulaikah, dari Ubaidillah bin Abi Yazid, dari Ibnu Abbas, ia
berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
لَيْسَ لِيَوْمٍ فَضْلٌ عَلَى يَوْمٍ فِي الصِّيَامِ إِلاَّ شَهْرُ رَمَضَانَ وَيَوْمُ عَاشُوْرَاءَ
“Tidak ada satu haripun yang memiliki keutamaan melebihi hari-hari
yang lainnya dalam hal berpuasa kecuali bulan Ramadhan dan hari
‘Asyuro’”.
(Diriwayatkan oleh Ath-Thobaroni di dalam Al-Mu’jam Al-Kabir XI/127 no.11253).
(*) DERAJAT HADITS:
Hadits ini derajatnya
DHO’IF JIDDAN (Sangat Lemah).
Di dalam sanadnya terdapat seorang perowi yang bernama
Abdul Jabbar bin Al-Ward.
* Imam Al-Bukhori rahimahullah berkata tentangnya: “Dia menyelisihi
pada sebagian hadits-haditsnya” dan berkata Ibnu Hibban tentangnya: “Dia
sering salah dan keliru (wahm).”
* Syaikh Al-Albani rahimahulla berkata: “Hadits ini MUNGKAR.”
(Lihat Silsilah Al-Ahadits Adh-Dho’ifah I/453no. 285, dan Dho’if At-Targhib wa At-Tarhib I/155 no. 616).
# Hadits Ketiga:
Imam Ath-Thobroni rahimahullah berkata: Telah menceritakan kepada
kami Abdul warits bin Ibrahim Abu Ubaidah Al-Askari, ia berkata; telah
menceritakan kepada kami Ali bin Abu Tholib Al-Bazzaz, ia berkata; telah
menceritakan kepada kami Al-Haishom bin Asy-Syuddakh, dar Al-A’masy,
dari Ibrahim, dari Alqomah, dari Abdullah (bin Mas’ud), dari Nabi
shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda:
مَنْ وَسَّعَ عَلَى عِيَالِهِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ لَمْ يَزَلْ فِيْ سَعَةٍ سَائِرَ سَنَتِهِ
“Barangsiapa yang melapangkan (nafkah) kepada keluarganya pada hari
‘Asyura, niscaya ia akan senantiasa dalam kelapangan (rizkinya) selama
setahun itu”.
(Diriwayatkan oleh Ath-Thobrani X/77 no.10007, dan Al-Baihaqi di dalam kitab Syu’abul Iman VIII/312 no.3635)
# DERAJAT HADITS:
Hadits ini derajatnya
DHO’IF (Lemah).
* Imam Ahmad bin Hanbal berkata: “Hadits ini TIDAK SHOHIH.”
* Syaikh Al-Albani berkata: “Hadits ini DHO’IF (Lemah). (Lihat tahqiq beliau terhadap Misykat Al-Mashobih, I/434
no.1926).
Di dalam sanadnya ada seorang perowi yang majhul (Tidak dikenal jati dirinya), yaitu:
Al-Haishom bin Asy-Syuddakh.
* Al-‘Uqoili berkata: “Al-Haishom adalah perowi yang majhul, dan hadits ini tidak mahfuzh.”
* Ibnu Hibban berkata: “Al-Haishom meriwayatkan hal-hal yang aneh dan berbahaya, tidak boleh berhujjah dengannya.”
Hadits ini disebutkan pula oleh Ibnul Qoyyim dalam Al-Manar Al-Munif Fi Ash-Shohih wa Adh-Dho’if, I/111
no.223, dan Asy-Syaukani dalam Al Fawaid Al Majmu’ah, I/98
no.37).
# Hadits Keempat:
Ibnul Jauzi rahimahullah di dalam kitabnya Al-Maudhu’aat , bab Puasa
di akhir dan awal tahun (baru Hijriyah) berkata: “Telah memberitahukan
kepada kami Muhammad bin Nashir, ia berkata; telah memberitahukan kepada
kami Abu Ali Al-Hasan bin Ahmad, ia berkata; telah menceritakan kepada
kami Ibnu Abi Al-Fawaris, ia berkata; telah menceritakan kepada kami
Umar bin Ahmad, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ahmad bin
Ayub, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Syadzan, ia
berkata; telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Abdullah Al-Harwi, ia
berkata; telah menceritakan kepada kami Quthb bin Wahb, dari Ibnu
Juraij, dari Atho’, dari Ibnu Abbas, ia berkata: Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam bersabda:
مَنْ صَامَ آخِرَ يَوْمٍ مِنْ ذِي الحِجَّةِ ، وَأَوَّلِ يَوْمٍ مِنَ
المُحَرَّمِ فَقَدْ خَتَمَ السَّنَةَ المَاضِيَةَ بِصَوْمٍ ، وَافْتَتَحَ
السَّنَةُ المُسْتَقْبِلَةُ بِصَوْمٍ ، جَعَلَ اللهُ لَهُ كَفَارَةٌ
خَمْسِيْنَ سَنَةً
“Barang siapa yang berpuasa sehari pada akhir dari bulan Dzuhijjah
dan puasa sehari pada awal dari bulan Muharrom, maka ia sungguh-sungguh
telah menutup tahun yang lalu dengan puasa dan membuka tahun yang akan
datang dengan puasa. Dan Allah ta’ala menjadikan kafarat/tertutup
dosanya selama 50 tahun.”
(Dikeluarkan oleh Ibnul Jauzi dalam Al-Maudhu’at II/566, Ay-Syaukani dalam Al-Fawa-id Al-Majmu’ah I/96 no.31, dan selainnya).
(*) DERAJAT HADITS:
Hadits ini derajatnya
PALSU (Maudhu’).
Di dalam sanadnya terdapat dua perowi pendusta dan pemalsu hadits, yaitu
Al-Harwi Al-juwaibari dan Wahb.
* Ibnul Jauzi berkata tentang keduanya, yaitu Al-Harwi atau dikenal
juga dengan Al-Juwaibari, dan Wahb bahwa keduanya adalah seorang
pendusta dan pemalsu hadits.
(Lihat Al-Mawdhu’at II/566).
*Asy-Syaukani berkata tentang hadits ini: “Di dalam hadits ini ada dua perawi yang pendusta yang meriwayatkan hadits ini.”
(lihat Al Fawa-id Al Majmu’ah I/96 no.31).
Jika demikian derajat haditsnya, maka tidak boleh bagi siapapun dari
umat Islam yang mengkhususkan puasa dan amalan-amalan ibadah lainnya
seperti doa menyambut tahun baru hijriyah, dzikir berjama’ah,
menghidupkan malamnya dengan qiyamul lail, bersedekah, membaca
Al-Qur’an, mengadakan pengajian dan selainnya pada awal dan akhir tahun
Hijriyah, karena haditsnya jelas-jelas sangat lemah atau bahkan PALSU,
bukan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam. Cukuplah bagi kita
beribadah kepada Allah dengan amalan-amalan yang dilandasi dengan
hadits-hadits yang jelas dan pasti keshohihannya dari Nabi shallallahu
alaihi wasallam.
Bersambung (insya Allah). :