Mitos Seputar Bulan Safar | Jika ada sobat blogger yang urang sunda pasti akan tahu nama bulan
ini, Safar. Yah bulan Safar adalah salah satu bulan Islam dalam
pengucapan lidah orang Sunda. Arti dari kata Safar berasal dari Shafar,
yang memiliki makna “kosong.” Bangsa Arab pra-Islam sendiri mempunyai
tradisi bulan Safar merupakan bulan peperangan. Masyarakat Arab pada
bulan ini tidak banyak beraktivitas dan berdagang karena terganggu
peperangan yang berkecamuk antar kabilah. Dari peristiwa itu muncul
beragam mitos negatif di seputar bulan Safar.
Seiring dengan masuknya Islam ke tatar Sunda, mitos-mitos itu pun ikut
meresap dalam pemikiran masyarakat. Orang Sunda menganggap pamali untuk
mengadakan pesta perayaan, seperti hajat pernikahan atau sunatan anak di
bulan Safar. Selain itu juga mereka percaya akan turun berbagai
penyakit dan musibah di bulan ini dan sebagai puncaknya terjadi pada
hari Rebo wekasan atau hari rabu terakhir pada bulan safar. Ada lagi
mitos bahwa anak yang lahir pada bulan Safar ini akan terkena sasapareun
alias anak yang sial, meureun ceuk urang sunda mah.
Bulan Bala
Bulan Safar juga diyakini sebagai bulan bala. Mitos ini sepertinya sudah
mendarah daging di tengah pemahaman masyarakat kita. Mereka mempercayai
bahwa pada bulan safar ini turun 70.000 penyakit untuk satu tahun ke
depan. Berbagai musibah dan bencana juga banyak muncul di bulan ini.
terjadinya banyak bencana pada bulan safar ini sepertinya semakin
menguatkan anggapan sebagian masyarkat tentang kebenaran mitos ini.
Puncak dari semua masa turunnya bencana terjadi pada hari Rebo wekasan
yaitu hari Rabu terakhir di bulan Safar. Oleh karenanya untuk
melindungi diri dan keluarga dari berbagai bala tersebut masyarakat
Sunda melakukan sedekah dan ritual tolak bala. Dengan bersedekah kepada
fakir miskin mereka meyakini bala bencana akan menjauh dan mereka
terbebas darinya. Sedangkan ritual tolak bala dilangsungkan dengan cara
memanjatkan doa dan mandi di pantai, sungai atau tempat-tempat keramat
tertentu untuk membuang sial. Sekalipun ritual mandi ini sudah terkikis
zaman dan semakin jarang dilakukan masyarakat tapi ritual memanjatkan
doa penolak bala di malam Rebo wekasan masih tetap dijaga dan diamalkan.
Tradisi Ngaleupeut
Leupuet adalah sejenis makanan tradisional yang terbuat dari ketan yang
di rebus dan dibungkus dengan janur kuning. Leuput biasanya berteman
dengan kupat, yaitu yang terbuat dari beras dan dimasak padat yang
biasanya berbentuk jajaran genjang. Tradisi ini ditengah masyarakat
sunda sudah umum adanya. Setiap rebo wekasan pasti banyak kupat yang
hilir mudik dari satu rumah ke rumah yang lainnya.
Tradisi ini adalah sebagai bentuk menebar kebaikan dengan memberi sesutu
kepada tetangga. Yang tentunya ini banyak dikaitkan dengan bulan safar
bulan bala, sehingga ramai-ramai mereka membuat kupat yang kemudian
dibagi-bagikan. Saya sendiri belum pernah membuat kupat yang dikhususkan
untuk menolak bala pada bulan safar ini. Tapi kalo makan kupatnya sih
sering hehe….
Bulan Safar Menurut Pandangan Islam
Dalam beribadah dan menyikapi apa pun, umat Islam diwajibkan mengikuti
Al-Quran dan Sunnah Rasul. Amal ibadah yang tidak diperintahkan dan
dicontohkan Rasul tidak akan diterima oleh Allah SWT alias mardud
(tertolak). Seperti dalam sebuah hadits dikatakan :
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Amalan yang tertolak itu termasuk khurafat (tahayul, mitos, dongeng,
cerita rekaan). Khurafat adalah salah satu bentuk penyelewengan dalam
akidah Islam. Salah satunya, khurafat berkenaan dengan bulan Safar
(Shofar, Shafar). Pada zaman Jahiliyah, ada kepercayaan bahwa bulan
Safar adalah bulan sial. Kepercayaan atau mitos/tahayul tersebut
langsung dibantah oleh Rasulullah Saw.
Kepercayaan bahwa Safar bulan sial atau bulan bencana masih saja
dipercaya sebagian umat. Padahal, Rasul sudah menegaskan mitos itu tidak
benar. Dan salah satu amalan khurafat yang muncul ialah “Pesta Mandi
Safar”. Jika tiba bulan Safar, umat Islam mengadakan upacara mandi
beramai-ramai dengan keyakinan hal itu bisa menghapuskan dosa dan
menolak bala. Biasanya, amalan mandi Safar ini dilakukan pada hari Rabu
minggu terakhir dalam bulan Safar yang diyakini merupakan hari penuh
bencana.
Amalan mandi Safar untuk tolak bala dan menghapus dosa itu merupakan
kepercayaan penganut Hindu melalui ritual “Sangam” yang mengadakan
upacara penghapusan dosa melalui pesta mandi di sungai. Umat Islam harus
menghormati keyakinan mereka, tapi tidak boleh menirunya.
Hingga kini pun masih ada umat Islam yang tidak mau melangsungkan
pernikahan pada bulan Safar karena percaya terhadap khurafat tersebut.
Sebuah keyakinan yang dapat menjerumuskan kepada jurang kemusyrikan.
Bahkan, sampai ada “amalan khusus”, misalnya hari Rabu membaca syahadat
tiga kali, istighfar 300 kali, ayat kursi tujuh kali, surat Al-Fiil
tujuh kali, dan sebagaiya. Itu semua adalah amalan yang tidak
dicontohkan oleh Rasulullah Saw dan para sahabat.
Khurafat bulan Safar berikutnya adalah larangan menikah dan pertunangan,
menghalangi bermusafir atau berpergian jauh, Rabu minggu terakhir bulan
Safar puncak hari sial, upacara ritual menolak bala dan buang sial di
pantai, sungai atau rumah (Mandi Safar), membaca jampi serapah tertentu
untuk menolak bala sepanjang Safar, menjamu makan makhluk halus yang
dikatakan penyebab sesuatu musibah, menganggap bayi lahir bulan Safar
bernasib malang, Safar bulan Allah menurunkan kemarahan dan hukuman ke
atas dunia. Semuanya itu tidak benar dan umat Islam wajib mengingkari
khurafat tersebut.
Berbuat baik tidak hanya dikaitkan untuk menolak bala pada bulan safar
saja. Namun kapan dan dimanapun kita senantiasa bisa menebar kebaikan.
Semua hari dan bulan adalah baik karena milik Allah semata. Ditangan-Nya
lah nasib manusia ditentukan. Tidak ada hal yang luput dari apa yang
sudah ditakdirkan. Baik dan buruk hanya Allah yang menentukan.
Semoga bermanfaat dan happy blogging….