Menurut madzhab Syafi’i jihad yang merupakan gerund dari kata kerja jaa-ha-da secara bahasa adalah mencurahkan kesungguhan dalam mencapai tujuan. Sedangkan secara istilah jihad adalah mencurahkan kesungguhan dalam upaya menegakan masyarakat yang Islami agar kalimat Alloh menjadi mulia serta syari’at Alloh dapat dilaksanakan diseluruh dunia.
Sementara terorisme berasal dari kata teror yang dalam bahasa yunani disebut terer. Artinya menakut-nakuti. Dalam kamus bahasa Indonesia teror diartikan sebagai usaha untuk menciptakan ketakutan. Pada awal abad ke 18, terorisme bermakna setiap usaha pemaksaan, penindasan dan intimidasi yang dilakukan oleh pihak pemerintah untuk memperoleh ketaatan rakyat. Namun ahir-ahir ini makna itu bergeser. Menurut FBI “Terrorism is the unlawful use of force or violence against persons or property to intimidate or coerce a government, the civilian population, or any segment thereof, in furtherance of political or social objectives.”
Terorisme adalah penggunaan kekuatan secara melawan hukum atau kekejaman terhadap individu atau pengrusakan harta benda untuk mengancam atau memaksa pemerintah, masyarakat, atau bagian dari padanya demi tujuan politik atau sosial tertentu.
Islam Melarang Terrorisme
Semua sepakat bahwa terorisme adalah tindakan menakut-nakuti orang dengan cara membuat keonaran, kerusakan, dan lain-lain. Perbuatan-perbuatan tersebut sangat dilarang oleh Islam, tak peduli siapapun pelakunya. Al-a’rof: 74 artinya: ”...Dan janganlah kalian merajalela di muka bumi (sebagai) pembuat kerusakan.”
Dari Abu Musa ra, ia berkata: Ketika Rasulullah saw mengutus salah seorang sahabatnya untuk melaksanakan suatu urusan, beliau akan bersabda: Sampaikanlah kabar gembira dan janganlah menakut-nakuti serta permudahlah dan janganlah mempersulit.9 Dari Anas bin Malik ra, ia berkata, Rasulullah saw pernah bersabda: Jadikan suasana yang tenteram dan jangan menakut-nakuti.
Al baihaqi meriwayatkan sebuah hadits bahwa Rosululloh SAW bersabda: Tidak halal seorang muslim menteror muslim yang lain. Ketika mengomentari hadits tersebut Imam Asy-Syaukani berkata: Inilah dalil bahwa tidak boleh menteror orang muslim meskipun hanya sekedar bergurau.
Kemudian Islam mengancam pelakunya dengan hukuman yang sangat berat; baik di dunia maupun di akhirat. Al-ma’idah: 33 artinya: “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Alloh dan Rosul Nya dan membuat kerusakan di muka bumi adalah hendaknya mereka dibunuh atau disalib atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan berbalik atau diasingkan. Yang dmikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapat siksaan yang berat.”
Oleh karena tindakan teror merupakan larangan agama Islam, maka ia termasuk kemungkaran yang harus dibasmi. Membasmi hal-hal yang dilarang oleh agama adalah termasuk jihad. Dengan kata lain jihad termasuk konsep untuk melawan terorisme.
Dalil-Dalil Jihad
Setelah kita mengetahui bahwa jihad dan terorisme adalah dua hal yang berbeda, bahkan jihad merupakan salah satu konsep untuk melawan terorisme, maka selanjutnya kita cari tahu dalil-dalil tentang jihad.
Ayat-Ayat Tentang Jihad
Al Hajj: 39 artinya, “Di izinkan (berperang) bagi orang-orang yang di perangi sebab sesungguhnya mereka itu dianiaya.”
Al Baqoroh: 190 artinya, “Berperanglah kalian di jalan Alloh melawan orang-orang yang memeragi kalian dan janganlah melampui batas.”
An-nisa: 74 artinya: “Karena itu, hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan akhirat berperang di jalan Alloh...”
Hadits-Hadits Tentang Jihad
Dari Ibn Abbas Ra, ia berkata: sesungguhnya Nabi SAW bersabda: perangilah orang-orang musyrik menggunakan hartamu, jiwamu dan lisan mu.
Dari Abi Sa’id, dia berkata: Nabi SAW ditanya, orang mukmin manakah yang paling sempurna imannya? Beliau menjawab: lelaki yang berperang di jalan Alloh menggunakan jiwa dan hartanya.
Dari Abu Huroiroh, dari Rosululloh SAW, beliau bersabda: Barang siapa mati (dalam keadaan) belum pernah berperang, dan tidak pernah terbesit dibenaknya keinginan berperang, maka ia mati dalam keadaan munafiq.
Pahala Bagi Yang Berjihad
Dari Zaid Bin Kholid, dia berkata: Sesungguhnya Rosululloh SAW bersabda: Barang siapa menyiapkan kendaraan perang di jalan Alloh berarti ia telah ikut perang, dan barang siapa menggantikan peran sang mujahid dengan sebaik-baiknya, berarti ia pun telah ikut peransg.
Dari Al Miqdam Ma’dikariba, ia berkata, Rosululloh SAW bersabda: Seorang syahid di sisi Alloh mendapatkan enam keistimewahan: Alloh mengampuni dosanya sejak awal perjalanan jihadnya, diperlihatkan tempat tinggalnya di surga, dipelihara dari siksa neraka, diberi rasa aman dari guncangan terbesar (hari kiamat-red), diletakan di kepalanya mahkota mutu manikam, disana ia lebih baik dari pada dunia dan isinya, dinikahkan dengan 72 bidadari surga, dan dapat memberi syafa’at kepada 70 anggota keluarganya. Dan masih banyak lagi ayat Ilahy dan sabda Nabi yang membicarakan masalah ini. Cukuplah ayat-ayat dan hadits-hadits di atas sebagai contoh.
Hukum Jihad
Hukum jihad berkisar antara fardu kifayah dan fardu ‘ain. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan kondisi yang tentu saja menuntut hukum yang berbeda pula. Dalam hal ini Imam nawawi menjelaskan: Jihad, pada masa Rosululloh SAW adalah fardu kifayah. Dan ada yang mengatakan fardu ‘ain. Adapun untuk masa-masa setelahnya, untuk orang kafir ada dua keadaan.
Pertama, jika mereka berada di negrinya sendiri, jihad hukumnya fardu kifayah. Jika sudah ada dari kaum muslimin yang menunaikan dan mencukupinya, gugurlah keawajiban ini dari yang lain.
Kedua, jika mereka masuk negri muslim, maka wajib bagi warganya yang mampu untuk mempertahankan negrinya. Jika kondisi mengharuskan adanya peperangan, maka wajib bagi yang mampu untuk melakukannya, meskipun mereka kaum fakir, anak dan penghutang, tanpa perlu meminta izin kepada siapapun.
Sementara syarat sehingga seseorang wajib untuk ikut berperang ada 7, yaitu: Islam, baligh, mempunyai akal, merdeka, laki-laki, sehat, dan mampu untuk berperang.