Keutamaan Sabar Menghadapi Cobaan
“Artinya : Dari Ummu Al-Ala’, dia berkata :”Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam menjenguk-ku tatkala aku sedang sakit, lalu beliau
berkata. ‘Gembirakanlah wahai Ummu Al-Ala’. Sesungguhnya sakitnya orang
Muslim itu membuat Allah menghilangkan kesalahan-kesalahan, sebagaimana
api yang menghilangkan kotoran emas dan perak”.[Isnadnya Shahih,
ditakhrij Abu Daud, hadits nomor 3092]
Wahai Ukhti Mukminah .!
Sudah barang tentu engkau akan menghadapi cobaan di dalam kehidupan
dunia ini. Boleh jadi cobaan itu menimpa langsung pada dirimu atau
suamimu atau anakmu ataupun anggota keluarga yang lain. Tetapi justru
disitulah akan tampak kadar imanmu. Allah menurunkan cobaan kepadamu,
agar Dia bisa menguji imanmu, apakah engkau akan sabar ataukah engkau
akan marah-marah, dan adakah engkau ridha terhadap takdir Allah .?
Wasiat yang ada dihadapanmu ini disampaikan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam tatkala menasihati Ummu Al-Ala’ Radhiyallahu anha,
seraya menjelaskan kepadanya bahwa orang mukmin itu diuji Rabb-nya agar
Dia bisa menghapus kesalahan dan dosa-dosanya.
Selagi engkau memperhatikan kandungan Kitab Allah, tentu engkau akan
mendapatkan bahwa yang bisa mengambil manfaat dari ayat-ayat dan
mengambil nasihat darinya adalah orang-orang yang sabar, sebagaimana
firman Allah.
“Artinya :
Dan, di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah
kapal-kapal (yang berlayar) di laut seperti gunung-gunung. Jikalau Dia
menghendaki, Dia akan menenangkan angin, maka jadilah kapal-kapal itu
terhenti di permukaan laut. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat
tanda-tanda (kekuasaan) -Nya bagi setiap orang yang bersabar dan banyak
bersyukur”. [Asy-Syura : 32-33]
Engkau juga akan mendapatkan bahwa Allah memuji orang-orang yang sabar dan menyanjung mereka. Firman-Nya.
“Artinya : Dan, orang-orang yang sabar dalam kesempitan,
penderitaan dan dalam peperangan, mereka itulah orang-orang yang benar
(imannya), dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa”. [Al-Baqarah : 177]
Engkau juga akan tahu bahwa orang yang sabar adalah orang-orang yang dicintai Allah, sebagaimana firman-Nya.
“Artinya : Dan, Allah mencintai orang-orang yang sabar”. [Ali Imran : 146]
Engkau juga akan mendapatkan bahwa Allah memberi balasan kepada
orang-orang yang sabar dengan balasan yang lebih baik daripada amalnya
dan melipat gandakannya tanpa terhitung. Firman-Nya.
“Artinya : Dan, sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada
orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang
mereka kerjakan“. [An-Nahl : 96]
“Artinya :
Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas”. [Az-Zumar : 10]
Bahkan engkau akan mengetahui bahwa keberuntungan pada hari kiamat
dan keselamatan dari neraka akan mejadi milik orang-orang yang sabar.
Firman Allah.
“Artinya : Sedang para malaikat masuk ke tempat-tempat mereka
dari semua pintu, (sambil mengucapkan) :’Salamun ‘alaikum bima
shabartum’. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu” [Ar-Ra’d : 23-24]
Benar. Semua ini merupakan balasan bagi orang-orang yang sabar dalam
menghadapi cobaan. Lalu kenapa tidak ? Sedangkan orang mukmin selalu
dalam keadaan yang baik ?.
Dari Shuhaib Radhiyallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin. Sesungguhnya
semua urusannya adalah baik. Apabila mendapat kelapangan, maka dia
bersyukur dan itu kebaikan baginya. Dan, bila ditimpa kesempitan, maka
dia bersabar, dan itu kebaikan baginya”. [Ditakhrij Muslim, 8/125 dalam
Az-Zuhud]
Engkau harus tahu bahwa Allah mengujimu menurut bobot iman yang
engkau miliki. Apabila bobot imanmu berat, Allah akan memberikan cobaan
yang lebih keras. Apabila ada kelemahan dalam agamamu, maka cobaan yang
diberikan kepadamu juga lebih ringan. Perhatikalah riwayat ini.
“Artinya : Dari Sa’id bin Abi Waqqash Radhiyallahu anhu, dia berkata.
‘Aku pernah bertanya : Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling
keras cobaannya ?. Beliau menjawab. Para nabi, kemudian orang pilihan
dan orang pilihan lagi. Maka seseorang akan diuji menurut agamanya.
Apabila agamanya merupakan (agama) yang kuat, maka cobaannya juga berat.
Dan, apabila di dalam agamanya ada kelemahan, maka dia akan diuji
menurut agamanya. Tidaklah cobaan menyusahkan seorang hamba sehingga ia
meninggalkannya berjalan di atas bumi dan tidak ada satu kesalahan pun
pada dirinya”. [Isnadnya shahih, ditakhrij At-Tirmidzy, hadits nomor
1509, Ibnu Majah, hadits nomor 4023, Ad-Darimy 2/320, Ahmad 1/172].
“Artinya : Dari Abu Sa’id Al-Khudry Radhiyallahu anhu, dia berkata.
‘Aku memasuki tempat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan
beliau sedang demam. Lalu kuletakkan tanganku di badan beliau. Maka aku
merasakan panas ditanganku di atas selimut. Lalu aku berkata.’Wahai
Rasulullah, alangkah kerasnya sakit ini pada dirimi’. Beliau berkata
:’Begitulah kami (para nabi). Cobaan dilipatkan kepada kami dan pahala
juga ditingkatkan bagi kami’. Aku bertanya.’Wahai Rasulullah, siapakah
orang yang paling berat cobaannya ?. Beliau menjawab. ‘Para nabi. Aku
bertanya. ‘Wahai Rasulullah, kemudian siapa lagi?. Beliau
menjawab.’Kemudian orang-orang shalih. Apabila salah seorang di antara
mereka diuji dengan kemiskinan, sampai-sampai salah seorang diantara
mereka tidak mendapatkan kecuali (tambalan) mantel yang dia himpun. Dan,
apabila salah seorang diantara mereka sungguh merasa senang karena
cobaan, sebagaimana salah seorang diantara kamu yang senang karena
kemewahan”. [Ditakhrij Ibnu Majah, hadits nomor 4024, Al-Hakim 4/307, di
shahihkan Adz-Dzahaby].
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata. “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata :
“Artinya : Cobaan tetap akan menimpa atas diri orang mukmin dan
mukminah, anak dan juga hartanya, sehingga dia bersua Allah dan pada
dirinya tidak ada lagi satu kesalahanpun”. [Isnadnya Hasan, ditakhrij
At-Tirmidzy, hadits nomor 2510. Dia menyatakan, ini hadits hasan shahih,
Ahmad 2/287, Al-Hakim 1/346, dishahihkan Adz-Dzahaby]
Selagi engkau bertanya :”Mengapa orang mukmin tidak menjadi terbebas karena keutamaannya di sisi Rabb.?”.
Dapat kami jawab :”Sebab Rabb kita hendak membersihkan orang Mukmin
dari segala maksiat dan dosa-dosanya. Kebaikan-kebaikannya tidak akan
tercipta kecuali dengan cara ini. Maka Dia mengujinya sehingga dapat
membersihkannya. Inilah yang diterangkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam terhadap Ummul ‘Ala dan Abdullah bin Mas’ud. Abdullah bin Mas’ud
pernah berkata.”Aku memasuki tempat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan beliau sedang demam, lalu aku berkata.’Wahai Rasulullah,
sesungguhnya engkau sungguh menderita demam yang sangat keras’.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata.”Benar. Sesungguhnya
aku demam layaknya dua orang diantara kamu yang sedang demam”.
Abdullah bin Mas’ud berkata.”Dengan begitu berarti ada dua pahala bagi engkau ?”
Beliau menjawab. “Benar”. Kemudian beliau berkata.”Tidaklah seorang
muslim menderita sakit karena suatu penyakit dan juga lainnya, melainkan
Allah menggugurkan kesalahan-kesalahannya dengan penyakit itu,
sebagaimana pohon yang menggugurkan daun-daunnya”. [Ditakhrij
Al-Bukhari, 7/149. Muslim 16/127]
Dari Abi Sa’id Al-Khudry dan Abu Hurairah Radhiyallahu anhuma,
keduanya pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
berkata.
“Artinya : Tidaklah seorang Mukmin ditimpa sakit, letih, demam, sedih
hingga kekhawatiran yang mengusiknya, melainkan Allah mengampuni
kesalahan-kesalahannya”. [Ditakhrij Al-Bukhari 7/148-149, Muslim 16/130]
Sabar menghadapi sakit, menguasai diri karena kekhawatiran dan emosi,
menahan lidahnya agar tidak mengeluh, merupakan bekal bagi orang mukmin
dalam perjalanan hidupnya di dunia. Maka dari itu sabar termasuk dari
sebagian iman, sama seperti kedudukan kepala bagi badan. Tidak ada iman
bagi orang yang tidak sabar, sebagaimana badan yang tidak ada artinya
tanpa kepala. Maka Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu anhu berkata.
“Kehidupan yang paling baik ialah apabila kita mengetahuinya dengan
berbekal kesabaran”. Maka andaikata engkau mengetahui tentang pahala dan
berbagai cobaan yang telah dijanjikan Allah bagimu, tentu engkau bisa
bersabar dalam menghadapi sakit. Perhatikanlah riwayat berikut ini.
“Artinya : Dari Atha’ bin Abu Rabbah, dia berkata. “Ibnu Abbas pernah
berkata kepadaku. ‘Maukah kutunjukkan kepadamu seorang wanita penghuni
sorga .?. Aku menjawab. ‘Ya’. Dia (Ibnu Abbas) berkata. “Wanita berkulit
hitam itu pernah mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seraya
berkata.’Sesungguhnya aku sakit ayan dan (auratku) terbuka. Maka
berdoalah bagi diriku. Beliau berkata.’Apabila engkau menghendaki, maka
engkau bisa bersabar dan bagimu adalah sorga. Dan, apabila engkau
menghendaki bisa berdo’a sendiri kepada Allah hingga Dia memberimu
afiat’. Lalu wanita itu berkata. ‘Aku akan bersabar. Wanita itu berkata
lagi. ‘Sesungguhnya (auratku) terbuka. Maka berdo’alah kepada Allah bagi
diriku agar (auratku) tidak terbuka’. Maka beliau pun berdoa bagi
wanita tersebut”. [Ditakhrij Al-Bukhari 7/150. Muslim 16/131]
Perhatikanlah, ternyata wanita itu memilih untuk bersabar menghadapi
penyakitnya dan dia pun masuk sorga. Begitulah yang mestinya engkau
ketahui, bahwa sabar menghadapi cobaan dunia akan mewariskan sorga.
Diantara jenis kesabaran menghadapi cobaan ialah kesabaran wanita
muslimah karena diuji kebutaan oleh Rabb-nya. Disini pahalanya jauh
lebih besar.
Dari Anas bin Malik, dia berkata.”Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata.
“Artinya : Sesungguhnya Allah berfirman.’Apabila Aku menguji hamba-Ku
(dengan kebutaan) pada kedua matanya lalu dia bersabar, maka Aku akan
mengganti kedua matanya itu dengan sorga”. [Ditakhrij Al-Bukhari 7/151
dalam Ath-Thibb. Menurut Al-Hafidz di dalam Al-Fath, yang dimaksud
habibatain adalah dua hal yang dicintai. Sebab itu kedua mata merupakan
anggota badan manusia yang paling dicintai. Sebab dengan tidak adanya
kedua mata, penglihatannya menjadi hilang, sehingga dia tidak dapat
melihat kebaikan sehingga membuatnya senang. dan tidak dapat melihat
keburukan sehingga dia bisa menghindarinya]
Maka engkau harus mampu menahan diri tatkala sakit dan menyembunyikan
cobaan yang menimpamu. Al-Fudhail bin Iyadh pernah mendengar seseorang
mengadukan cobaan yang menimpanya. Maka dia berkata kepadanya.”Bagaimana
mungkin engkau mengadukan yang merahmatimu kepada orang yang tidak
memberikan rahmat kepadamu .?”
Sebagian orang Salaf yang shalih berkata :”Barangsiapa yang
mengadukan musibah yang menimpanya, seakan-akan dia mengadukan
Rabb-nya”.
Yang dimaksud mengadukan di sini bukan membeberkan penyakit kepada
dokter yang mengobatinya. Tetapi pengaduan itu merupakan gambaran
penyesalan dan penderitaan karena mendapat cobaan dari Allah, yang
dilontarkan kepada orang yang tidak mampu mengobati, seperti kepada
teman atau tetangga.
Orang-orang Salaf yang shalih dari umat kita pernah berkata. “Empat
hal termasuk simpanan sorga, yaitu menyembunyikan musibah,
menyembunyikan (merahasiakan) shadaqah, menyembunyikan kelebihan dan
menyembunyikan sakit”.
Ukhti Muslimah !
Selanjutnya perhatikan perkataan Ibnu Abdi Rabbah Al-Andalusy :
“Asy-Syaibany pernah berkata.’Temanku pernah memberitahukan kepadaku
seraya berkata.’Syuraih mendengar tatkala aku mengeluhkan kesedihanku
kepada seorang teman. Maka dia memegang tanganku seraya berkata.’Wahai
anak saudaraku, janganlah engkau mengeluh kepada selain Allah. Karena
orang yang engkau keluhi itu tidak lepas dari kedudukannya sebagai teman
atau lawan. Kalau dia seorang teman, berarti engkau berduka dan tidak
bisa memberimu manfaat. Kalau dia seorang lawan, maka dia akan
bergembira karena deritamu. Lihatlah salah satu mataku ini,’sambil
menunjuk ke arah matanya’, demi Allah, dengan mata ini aku tidak pernah
bisa melihat seorangpun, tidak pula teman sejak lima tahun yang lalu.
Namun aku tidak pernah memberitahukannya kepada seseorang hingga detik
ini. Tidakkah engkau mendengar perkataan seorang hamba yang shalih
(Yusuf) :”Sesungguhnya hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan
kesedihanku”. Maka jadikanlah Allah sebagai tempatmu mengadu tatkala ada
musibah yang menimpamu. Sesungguhnya Dia adalah penanggung jawab yang
paling mulia dan yang paling dekat untuk dimintai do’a”.
(Al-Aqdud-Farid, 2/282).
Abud-Darda’ Radhiyallahu anhu berkata. “Apabila Allah telah
menetapkan suatu taqdir,maka yang paling dicintai-Nya adalah meridhai
taqdir-Nya”. (Az-Zuhd, Ibnul Mubarak, hal. 125).
Perbaharuilah imanmu dengan lafazh La ilaha illallah dan carilah
pahala di sisi Allah karena cobaan yang menimpamu. Janganlah sekali-kali
engkau katakan :”Andaikan saja hal ini tidak terjadi”, tatkala
menghadapi taqdir Allah. Sesungguhnya tidak ada taufik kecuali dari sisi
Allah.
***
Sumber:
[Disalin dari kitab Khamsuna Wasyiyah Min Washaya Ar-Rasul
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Lin Nisa’, Penulis Majdi As-Sayyid
Ibrahim, Penerbit Maktabatul Qur’an, Mesir 1988, edisi Indonesia Lima
Puluh Wasiat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam Bagi Wanita,
Penerjemah Kathur Suhardi, Penerbit Pustaka Al-Kautsar hal. 58-66]