Pembahasan
tentang hakekat kekufuran dan macam-macamnya adalah pembahasan yang
panjang, akan tetapi pembahasan tersebut akan kami ringkas dalam
beberapa point sebagai berikut:
1. Urgensi mengetahui kekufuran dan macam-macamnya
Berbagai dalil dari al-Quran dan hadits menunjukkan bahwa iman itu
tidak sah dan tidak diterima kecuali diiringi dengan dua hal: keduanya
adalah; pasrah kepada Allah dengan bertauhid, dan berlepas diri dari
berbagai bentuk kekufuran dan kesyirikan.
Keduanya adalah makna syahadat [لا إله إلا الله]. Tidak ada seorang pun
yang bisa waspada dan menghindar dari sesuatu yang buruk kecuali
sesudah mengetahui. Berdasarkan hal tersebut, maka kita bisa mengetahui
pentingnya mempelajari tauhid untuk diamalkan serta pentingnya
mengetahui kekufuran dan kesyirikan agar bisa mewaspadai dan
menjauhinya.
2. Definisi kufur
Secara bahasa, kata [الكُفْر] berarti menghalangi sesuatu dan
menutupinya. Sedangkan secara syar’i maknanya adalah tidak adanya iman
kepada Allah dan para rasul-Nya, baik diiringi dengan mendustakan atau
tidak. Bahkan keraguan dan kebimbangan, serta berpaling dari iman karena
hasud (iri), atau sombong, atau karena mengikuti hawa nafsu yang
memalingkannya dari mengikuti risalah para Rasul pun disebut sebagai
kekufuran.
Dengan demikian, maka kufur adalah sebuah sifat bagi setiap orang yang
menentang sesuatu dari perkara yang Allah telah mewajibkan untuk
beriman dengannya setelah sesuatu tersebut sampai kepadanya. Penentangan
ini boleh jadi dengan hati tanpa lisan, atau dengan lisan tanpa hati
atau dengan hati dan lisan secara bersamaan atau juga mengamalkan sebuah
amalan yang telah datang sebuah nash yang menyatakan bahwa amalan
tersebut mengeluarkan pelakunya dari keimanan.[1]
Didalam al-Fashl, Ibnu Hazm mengatakan, “Bahkan mengingkari
sesuatu dari perkara-perkara yang telah shahih dalilnya bahwa tidak ada
iman kecuali dengan membenarkannya adalah sebuah kekufuran. Demikian
pula mengucapkan sesuatu yang telah ditetapkan oleh dalil bahwa
mengucapkannya adalah sebuah kekufuran berarti juga kufur. Dan melakukan
sesuatu dari perkara-perkara yang dalil telah menetapkan bahwa itu
adalah sebuah kekufuran berarti juga kufur.
3. Macam-macam kufur besar yang menyebabkan keluar dari Islam
Para ulama telah membagi kekufuran ke dalam beberapa kelompok yang mencakup berbagai bentuk kesyirikan dan macam-macamnya.
Kufur juhud (menentang) dan takdzib (mendustakan).
Kekufuran jenis ini
terkadang berupa pendustaan yang dilakukan oleh hati, namun model
kekufuran seperti ini sedikit dimiliki oleh orang-orang kafir
sebagaimana dikatakan Ibnul Qayyim. Terkadang pula kekufuran jenis ini
berupa pendustaan dengan lisan atau anggota tubuh yang diwujudkan
dengan menyembunyikan kebenaran serta tidak mau tunduk terhadap
kebenaran secara lahir, padahal sudah mengetahui dan mengenal kebenaran
dengan hatinya. Sebagaimana kekufuran orang-orang Yahudi kepada Nabi
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman tentang mereka:
“Maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya.” (QS. al-Baqarah: 89)
Dan Dia berfirman:
“Sesungguhnya sebahagian diantara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah 146)
Yang disebut pendustaan itu tidak terjadi kecuali dilakukan oleh orang
yang telah mengetahui kebenaran kemudian menolaknya. Oleh karena itu,
Allah telah menafikan anggapan bahwa pendustaan yang dilakukan oleh
orang-orang kafir terhadap Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
adalah pendustaan yang sejati dan berasal dari hati sanubari, yang benar
mereka mendustakan dengan lisan semata.
Dia berfirman:
فَإِنَّهُمْ لا يُكَذِّبُونَكَ وَلَكِنَّ الظَّالِمِينَ بِآيَاتِ اللَّهِ يَجْحَدُونَ (٣٣)
“Karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang dzalim itu mengingkari ayat-ayat Allah.” (QS al-An’am: 33)
Dan Allah berfirman tentang Fir’aun dan para pengikutnya:
وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا
“Dan mereka mengingkarinya Karena kezaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya.” (QS. Al-Naml: 14)
Termasuk kekufuran jenis ini adalah kufur istihlal (menghalalkan
hal-hal yang Allah haramkan). Barangsiapa menghalalkan sesuatu yang
telah dia ketahui keharamannya dalam syariat, maka berarti dia telah
mendustakan ajaran yang telah dibawa oleh Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam. Demikian pula orang yang mengharamkan segala sesuatu
yang telah dia ketahui kehalalannya oleh syariat.
Kafir I’rad (cuek, berpaling) dan istikbar (sombong)
Contohnya adalah kekufuran Iblis ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang kekufurannya:
“Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan sombong dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 34)
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala pula:
وَيَقُولُونَ
آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالرَّسُولِ وَأَطَعْنَا ثُمَّ يَتَوَلَّى فَرِيقٌ
مِنْهُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ وَمَا أُولَئِكَ بِالْمُؤْمِنِينَ (٤٧)
“Dan mereka berkata: “Kami telah beriman kepada Allah dan rasul, dan
kami mentaati (keduanya).” Kemudian sebagian dari mereka berpaling
sesudah itu, sekali-kali mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nur: 47)
Pada ayat itu, Allah menetapkan hilangnya iman dari orang yang enggan beramal, meskipun dia mengucapkan keimanan.
Berdasarkan ayat tersebut, jelaslah bahwa yang dimaksud dengan kufur i’radh (berpaling)
adalah meninggalkan kebenaran, tidak mau mempelajarinya dan
mengamalkannya, baik berupa ucapan, perbuatan atau keyakinan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ كَفَرُوا عَمَّا أُنْذِرُوا مُعْرِضُونَ (٣)
“Dan orang-orang yang kafir berpaling dari apa yang diperingatkan kepada mereka.” (QS. Al-Ahqaf: 3)
Berdasarkan ayat di atas, maka barangsiapa yang berpaling dari ajaran
rasul dengan ucapan seperti orang yang mengatakan mengatakan, “aku
tidak mau mengikutinya” atau dengan perbuatan seperti orang yang
berpaling dan lari dari mendengar kebenaran yang dibawa oleh Rasul atau
meletakkan dua jarinya di dua telinganya sehingga tidak mendengar
kebenaran, atau mendengar kebenaran akan tetapi hatinya berpaling dengan
tidak mengimaninya atau anggota tubuhnya berpaling tidak mau
mengamalkannya maka orang tersebut telah kafir dengan jenis kufur ‘irad.
Kufur Nifaq
Adalah kekufuran yang disebabkan tidak adanya pembenaran hati dan amal
perbuatannya yang disertai dengan ketundukan secara dhahir karena riya’
terhadap manusia. Sebagaimana kekufuran Abdullah bin Ubay bin Salul
dan orang-orang munafik yang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman
tentang mereka:
“Diantara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan
hari kemudian, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang
beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman,
padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar…” (QS. al-Baqarah 8–20)
Kufur syak dan raibah (ragu-ragu dan bimbang)
Yaitu kekufuran yang disebabkan oleh kebimbangan dalam mengikuti
kebenaran atau meragukan kebenarannya. Iman yang dituntut dari kita
adalah keyakinan bahwa ajaran yang dibawa oleh Rasul itu adalah sebuah
kebenaran yang tiada kesangsian sedikitpun didalamnya. Maka barang siapa
beranggapan bahwa ajaran Rasul itu boleh jadi tidak benar maka dia
telah kafir, yaitu kafir syak (ragu) atau dzan (persangkaan). Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَدَخَلَ
جَنَّتَهُ وَهُوَ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ قَالَ مَا أَظُنُّ أَنْ تَبِيدَ
هَذِهِ أَبَدًا (٣٥)وَمَا أَظُنُّ السَّاعَةَ قَائِمَةً وَلَئِنْ رُدِدْتُ
إِلَى رَبِّي لأجِدَنَّ خَيْرًا مِنْهَا مُنْقَلَبًا (٣٦)قَالَ لَهُ
صَاحِبُهُ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَكَفَرْتَ بِالَّذِي خَلَقَكَ مِنْ تُرَابٍ
ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ سَوَّاكَ رَجُلا (٣٧)لَكِنَّا هُوَ اللَّهُ
رَبِّي وَلا أُشْرِكُ بِرَبِّي أَحَدًا (٣٨)
“Dan dia memasuki kebunnya sedang dia dzalim terhadap dirinya sendiri;
ia berkata: “Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya. Dan
aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku
kembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang
lebih baik dari pada kebun-kebun itu.” Kawannya (yang mukmin) berkata
kepadanya -sedang dia bercakap-cakap dengannya: “Apakah kamu kafir
kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah, Kemudian dari setetes
air mani, lalu dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna?”
Tetapi aku (percaya bahwa): Dialah Allah, Tuhanku, dan Aku tidak
mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku.” (QS al-Kahfi: 35-38)
Kesimpulan :
Maka kita simpulkan dari
ini semua bahwa kekufuran -yang merupakan lawan daripada iman- kadang
bisa berupa pendustaan dengan hati yang merupakan kebalikan dari ucapan
hati (baca keyakinan). Terkadang kekufuran itu berupa perbuatan hati
seperti membenci Allah Subhanahu wa Ta’ala, ayat-ayat-Nya atau membenci
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Rasa benci ini jelas
bertolak belakang dengan rasa cinta yang merupakan amal hati yang
paling penting.
Demikian pula kekufuran bisa berupa ucapan lisan yang terang-terangan
seperti mencaci maki Allah Subhanahu wa Ta’ala, kadang pula bisa berupa
perbuatan anggota tubuh seperti bersujud kepada berhala dan menyembelih
(baca membuat sesaji) untuk selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jadi
sebagaimana iman itu berkaitan dengan hati, lisan dan anggota tubuh,
maka kekufuran juga berkaitan dengan hati lisan dan anggota tubuh.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala melindungi kita dari kekufuran dan
berbagai cabangnya dan menghiasi kita dengan perhiasan iman, serta
memberikan kita petunjuk dan menjadikan kita sebagai orang-orang yang
mendapatkan petunjuk Amin
Wallahu a’lam.